Monday, August 14, 2006

Membangun Komunitas ASEAN Yang Berpusatkan Pada Masyarakat

tanggal 10 Agustus 2006 dalam rangka memperingati Hari jadi ASEAN ke-39, diadakan Seminar Nasional di Departemen Luar Negeri, berikut adalah hasil seminar tersebut.
ASEAN merupakan kerjasama regional yang telah berdiri selama 39 tahun. Sepanjang usia tersebut ASEAN banyak melakukan terobosan-terobosan sehingga keberadaan ASEAN hingga saat ini masih dianggap relevan dan terus mengalami pergerakan yang maju (progressive), hal itu dikatakan oleh Plt. Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN, Dian Triansyah Djani. Keberhasilan ASEAN dapat dilihat dalam menggagas berbagai konsep dan bentuk kerjasama regional penting seperti ZOPFAN, ARF, ASEAN Dialogue Partnerships, ASEAN+3 dan East Asian Community serta telah menelorkan sejumlah perjanjian internasional seperti Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC), Treaty on the Southeast Asian Nuclear Free Zone (SEANFZ) dan lain sebagainya.
Sayangnya, keberadaan ASEAN yang dianggap maju dengan berbagai konsep yang dilahirkan oleh para kepala negara anggota ASEAN masih dianggap gagal. Karena selama ini ASEAN masih dipersepsikan sebagai “elitist club” yang mana ASEAN masih terlalu bersifat “government centered”. Sehingga ASEAN merupakan suatu perkumpulan antara para pejabat pemerintah saja dan “rasa kekitaan” (we feeling) dan “rasa memiliki” diantara masyarakat luas di negara-negara ASEAN masih sangat tipis, bahkan hampir tidak terasa. Hal itu disadari, agar ASEAN dapat lebih mengikutsertakan masyarakat ASEAN secara nyata hingga dapat terwujud suatu “People’s Centered ASEAN”. Membangun kekuatan masyarakat untuk keadilan, kemanusiaan dan kesejahteraan di Asia Tenggara merupakan sebuah tantangan untuk ASEAN.
Upaya ASEAN dalam menuju perdamaian, kemakmuran dan keadilan bersama dalam masyarakat regional dengan berusaha menjadi sebuah regionalisme yang menjalankan 3 pilar kerjasama membangun komunitas ASEAN 2020. Ketiga pilar tersebut meliputi pilar ekonomi, sosial budaya dan politik-keamanan. Dari ketiga pilar ini pilar ekonomi merupakan pilar yang paling maju dibandingkan dengan dua pilar lainnya. Pilar ekonomi dianggap maju karena ASEAN telah menjalankan FTA baik secara internal ASEAN maupun antara ASEAN dengan negara-negara lainnya di luar ASEAN. Sementara dua pilar lainnya masih sulit untuk diaktualisasikan. Hadi Soesastro, direktur Eksekutif CSIS dengan makalahnya yang berjudul Integrasi Ekonomi ASEAN: Upaya Mengatasi Kesenjangan Pembangunan di Kawasan menyatakan bahwa ASEAN dalam perekonomian merupakan kawasan yang menjadi single market dan single production distribution yang menjanjikan
ASEAN yang sebelumnya merupakan kerjasama yang hanya berdasarkan pada Bangkok Declaration sebagai pedoman kerjasama yang bersifat longgar, informal dan berprinsip pada ASEAN Way, dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dan perkembangan konstelasi dunia internasional, maka ASEAN memutuskan untuk membuat suatu dasar kerjasama yang bersifat legal instrument melalui ASEAN Charter (Piagam ASEAN). Paiagam ASEAN ini dirumuskan oleh perwakilan dari 10 negara anggota ASEAN dalam EPG (Eminent Persons Group) dan High Level Task Force. Dalam makalahnya yang berjudul Piagam ASEAN sebagai Landasan Hukum dan Norma Kerjasama ASEAN, Ali Alatas yang juga merupakan salah satu anggota Eminent Persons Group on ASEAN Charter dari Indonesia mengatakan bahwa dalam Piagam ASEAN, EPG menyadari pentingnya keikutsertaan masyarakat dalam struktur organisasi dan tata kerja ASEAN yang dapat dituangkan dalam Piagam ASEAN, meskipun hingga saat ini belum ditemukan bentuk konkrit dari hal tersebut.

Pembentukan Piagam ASEAN ini diharapakan dapat memajukan kepentingan bersama demi keuntungan masing-masing negara anggota; mempersempit jurang pemisah kemakmuran antara negara-negara anggota; memajukan demokrasi, hak-hak asasi manusia, keterbukaan dan “good governance” seerta memperkuat lembaga-lembaga demokratis; mempertahankan ASEAN sebagai suatu “primary driving force”; memperkuat daya saing ASEAN dan memperdalam integrasi ekonomi internal ASEAN serta hubungan ASEAN dengan ekonomi dunia; serta prinsip-prinsip dasar lainnya seperti menghormati kemerdekaan, kedaulatan nasional dan keutuhan territorial, non-intervensi, penyelesaian konflik secara damai dan lain-lain.
Permasalahan yang masih terjadi diantara negara-negara anggota ASEAN hingga saat ini tidak dapat dipungkiri masih terus terjadi. Permasalahan demokrasi seperti yang terjadi di Myanmar yang hingga kini belum terselesaikan. Hal itu dikarenakan perbedaan interpretasi demokrasi negara yang masih berbeda-beda dan abstrak. Kemudian permasalahan-permasalahan lainnya yang menyangkut masalah penegakan hak asasi manusia. Permasalahan hak asasi manusia yang terjadi di negara-negara ASEAN seperti kasus Munir di Indonesia; Aung Sab Suu Kyi di Myanmar; serta Somchai Neelaphaijit di Thailand; dan lain sebagainya. Padahal good governance dan human right merupakan dasar utama dalam pencapaian nilai-nilai ASEAN.

Dalam Sesi II seminar nasional, Kemala Chandrakirana, Ketua Komnas Perempuan dalam makalahnya yang berjudul Mengedepankan Masyarakat Madani Dalam Kerjasama ASEAN mengungkapkan bahwa organisasi masyarakat sipil berperan aktif pada gerakan social di tingkat global dan regional, sehingga seharusnya para pelopor diantara organisasi-organisasi masyarakat sipil melakukan engagement aktif dan kontinyu dengan ASEAN. Yang mana pada akhirnya dapat melakukan suatu penegakkan Hak Asasi Manusia yang direalisasikan dalam mekanisme pembentukan HAM ASEAN, meskipun hal itu membutuhkan proses perjalanan yang panjang (10+ tahun). Selain itu, organisasi masyarakat di negara-negara Asia Tenggara yang berada di garis depan (cutting edge) agenda keadilan, kemanusiaan dan kesejahteraan belum menjadi stakeholder pada institusi ASEAN dan akan terdorong untuk itu jika ASEAN menjadi mekanisme regional yang tanggap terhadap agenda-agenda prioritas yang sama.

Pembangunan “People’s Centered ASEAN” dalam upaya membangun sebuah komunitas ASEAN yang lebih solid dan akrab secara sosiokultural adalah dengan memupuk, menggalakkan, dan mengembangkan semangat persamaan dan tolong menolong antara negara-negara anggota ASEAN. Hal itu ungkapkan oleh pembicara seminar Amri Mazali, focal Point ASEAN University Network-UI dalam makalah Membangun Identitas dan Kohesifitas Sosial ASEAN. Caranya adalah dengan memperbanyak acara dan kegiatan bersama diantara negara-negara anggota ASEAN, serta sebaliknya masyarakat atau bahkan pemerintah negara harus mengurangi bahkan menghilangkan acara dan kegiatan kontra-produktif, yang akan membangkitkan perbedaan dan permusuhan antara tetangga, seperti upaya membantu kaum separatis di negara tetangga atau tindakan lainnya yang merugikan pemerintah dan kedaulatan negara-negara tetangga.
Amri Marzali juga mengatakan dalam makalahnya bahwa secara umum, dalam kenyataannya komunitas ASEAN adalah sebuah komunitas gesellschaft, yaitu satu masyarakat yang terbentuk diri komponen (masyarakat negara) yang beraneka ragam, tidak seragam, namun saling membutuhkan dan saling tergantung satu ama lain. Saling membutuhkan dan tergantung tersebut diwujudkan dalam saling pertukaran. Dalam konteks ASEAN, yang perlu dipikirkan adalah mencari dan menggiatkan saling pertukaran seperti diatas, dengan mencari produk, keunggulan, keahlian yang khas dari setiap masyarakat negara ASEAN yang mungkin untuk terjadi pertukaran. Meskipun ini semua baru pada aras gemeinschaft, belum pada aras gesellschaft. Semuanya mengacu kepada persamaan. Sehingga masih diperlukan banyka pemikiran untuk membangun sebuah masyarakat gesellschaft ASEAN. Dapat dikatakan bahwa barangkali kita perlu belajar banyak dari European Union.

Rekomondasi

1. Dalam social budaya, ASEAN menymbangkan kontribusi masyarakat secara internal dalam upaya mempersempit jurang pemisah antar negara,

2. ASEAN juga diharapkan dapat memajukan demokrasi di ASEAN.

3. Kontribusi ASEAN Charter (EPG) dapat menjadi tulang punggung dalam menyelesaikan masalah channeling (antara AIPO dan masyarakat madani).

4. Secara regional, Cina dan India merupakan negara tetangga yang dapat membantu dalam hal ekonomi, sehingga ASEAN dapat memanfaatkan keberadaan hal itu.

5. Last but not least, ASEAN perlu peningkatan kerjasama dan saling membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulan

Persoalan-persoalan yang terdapat di ASEAN dalam menuju komunitas ASEAN masih maendalam khususnya dalam persoalan FTA. Akan tetapi, ASEAN yang merupakan suatu mekanisme masih berkembang dengan sangat baik dan dapat memperluas hubungan ASEAN dengan kawasan lain, sehingga diperlukan anggaran dasar dan piagam ASEAN dalam menuju masa depan ASEAN. Dimana Piagam ASEAN merupakan dasar yang harus dipatuhi oleh negara-negara anggota ASEAN. Komitmen untuk mengedepankan komunitas ASEAN merupakan usaha untuk menlakukan integrasi ASEAN. Yang mana integrasi ASEAN membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak seperti NGO’s, business people serta masyarakat secara keseluruhan yang tidak hanya pada tataran kaum elit saja. Yang pada akhirnya membentuk komunikasi antar masyarakat sehingga dapat mensosialisasikan ASEAN.
Dapat dilihat bahwasanya ASEAN hingga saat ini masih lebhi bersifat kedalam daripada keluar. Sehingga perlu dilakukan peningkatan upaya baik internal ASEAN maupun ASEAN dengna mitra wicara. Ditambahkan lagi ASEAN merupakan regionalisme yang menyumbangkan stabilitas regional baik secara politik, ekonomi, maupun keamanan. Akan tetapi sesuai dengan perjalanan waktu dan perubahan konstelasi politik internasional maka ASEAN perlu mencapai mekanisme seperti driving force dan lain sebagainya. ASEAN selama 39 tahun mampu meningkatkan stabilitas politik dengan mendorong masyarakat nasional dan regional dalam mencapai ASEAN 2020 sesuai dengan tujuan bersama yang dicetuskan dalam Bali Concord II.